1/31/2025

Kongres Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (KMNU) resmi dibuka

Kongres Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (KMNU) resmi dibuka. Ceremoni pembukaan dilakukan secara resmi oleh Menko PMK, Prof. Dr. Pratikno, di Ballroom Birawa, Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Jum’at (31/1/25).

Prosesi pembukaan dilakukan setelah arahan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).

Dalam kesempatan itu Menko PMK menyampaikan bahwa kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Satgas GKMNU selama ini serupa dengan program yang dilakukan oleh Kemenko PMK. Sehingga menurutnya Kemenko PMK merasa berkepentingan untuk melakukan sinergi dan kerja sama dengan gerakan tersebut.

Dalam Kongres itu juga turut diluncurkan Aplikasi Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) sebagai instrumen untuk melakukan percepatan gerakan dan program GKMNU.

Turut hadir di kesempatan itu, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Indonesia/Kepala BKKBN, Wihaji, Menteri Agama Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, Menteri Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan Indonesia Hj. Arifah Fauzi , Wakil Menteri Pekerja Migran Indonesia Cristina Ariyani dan Wakapolri Komjen Pol. Ahmad Dhofiri.

Tampak hadir pula Mustasyar PBNU Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Katib ‘Aam PBNU KH Ahmad Said Asrori, Sekjen PBNU H. Saefullah Yusuf, Bendahara Umum PBNU H. Gudfan Arif, Ketua PBNU Ning Alissa Wahid, Ketua Badan Pengembangan dan Inovasi Strategis PBNU Ning Yenni Wahid, dan sejumlah jajaran Syiruah dan Tanfidzyah PBNU lainnya.

Kegiatan tersebut akan berlangsung hingga esok hari, Sabtu, (1/2/25) yang akan dilanjutkan dengan Festival Keluarga Indonesia yang bertempat di Mall Kota Kasablanka.

.
Sumber : FB TVNU
Share:

Sejarah Perjalanan Sang Penjelajah Muslim


Ibnu Batutta, atau lebih lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Lawati al-Tanji bin Batutta, lahir pada 24 Februari 1304 di Tangier, Maroko. Ia dikenal sebagai salah satu pengelana terbesar dalam sejarah dunia. Perjalanan yang dilakukannya sepanjang hidupnya tercatat dalam sebuah buku berjudul "Rihla" (Perjalanan).

Ibnu Batutta memulai perjalanannya pada tahun 1325, saat ia berusia 21 tahun. Tujuan awalnya adalah menunaikan ibadah haji ke Mekah. Perjalanan ini membawanya melintasi Afrika Utara, Mesir, dan wilayah Hijaz. Setelah menyelesaikan haji, ia memutuskan untuk melanjutkan penjelajahannya.

Setelah Mekah, Ibnu Batutta mengunjungi berbagai wilayah di Timur Tengah, seperti Iraq, Persia, dan Turki. Kemudian ia melanjutkan perjalanan ke wilayah Asia Tengah, melintasi Afganistan dan India. Di India, ia bekerja sebagai qadi (hakim) di Kesultanan Delhi di bawah pemerintahan Sultan Muhammad bin Tughluq.

Ia juga menjelajahi wilayah Asia Tenggara, termasuk Maladewa dan Sumatra. Dari sana, ia melanjutkan perjalanannya ke Cina, di mana ia mengunjungi pelabuhan-pelabuhan penting seperti Guangzhou.

Setelah menghabiskan beberapa tahun di Asia, Ibnu Batutta kembali ke Maroko pada tahun 1349. Namun, kecintaannya pada perjalanan tak kunjung padam. Ia segera berangkat menuju Kerajaan Mali di Afrika Barat, mengunjungi kota-kota seperti Timbuktu dan Gao.

Setelah hampir tiga dekade berkelana, Ibnu Batutta akhirnya kembali ke Maroko untuk menetap. Ia kemudian mendiktekan kisah perjalanannya kepada seorang penulis bernama Ibn Juzayy. Karya ini dikenal dengan nama "Rihla" dan menjadi salah satu catatan perjalanan paling penting dalam sejarah, memberikan wawasan berharga tentang dunia abad ke-14.

Ibnu Batutta meninggal pada tahun 1369 di kampung halamannya di Tangier. Meskipun ia tidak sepopuler penjelajah Eropa seperti Marco Polo, karyanya memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman kita tentang dunia Islam pada abad pertengahan. Perjalanannya mencakup lebih dari 120.000 kilometer dan menjangkau berbagai budaya dan peradaban.
Share:

1/25/2025

Kemuliaan dan Keberkahan Bulan Rajab


Bulan Rajab terletak di antara Bulan Jumadil Akhir dan Sya’ban. Perlu kita ketahui bahwa bulan Rajab adalah bulan yang penuh keberkahan dan sangat mulia di sisi Allah SWT.

 

Dalam kitab Durratun Nasihin menjelaskan keutamaan bulan Rajab, sebagaimana berikut:

 

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ؛ إِنَّ رَجَبَ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانَ شَهْرِيْ وَرَمَضَانَ شَهْرُ أُمَّتِيْ

 

“Rasulullah Saw. bersabda: sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan Allah, bulan Sya’ban adalah bulanku, dan bulan Ramadhan adalah bulan ummatku.”

 

Dari hadits di atas sudah dapat kita gambarkan betapa istimewanya bulan Rajab yang mana bulan ini adalah bulannya Allah yang istimewa dan di dalamnya terdapat banyak keberkahan tentunya.

 

Bulan Rajab termasuk satu dari empat Al Asyhur Al-Hurum atau bulan-bulan haram, bulan-bulan yang suci dan mulia, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Hal tersebut sebagaimana firman Allah Ta’ala sebagai berikut:

 

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ - التوبة؛ ٣٦

 

Artinya: Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya 4 bulan haram. (QS At-Taubah: 36). 

 

Allah menyebut 4 bulan tersebut sebagai bulan-bulan Haram karena pada awalnya peperangan diharamkan pada keempat bulan tersebut. Abu Nu’aim dan Ibnu sunni meriwayatkan bahwa Rasulullah setiap kali memasuki bulan Rajab, beliau membaca doa:

 

اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

 

Artinya: Ya Allah, anugerahkanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah umur kami pada bulan Ramadhan.



Berikut beberapa amalan-amalan ringan yang dapat kita lakukan setiap hari selama bulan Rajab, di antaranya sebagai berikut:


Memperbanyak Sholawat

Memperbanyak membaca sholawat merupakan amalan yang ringan yang dapat kita lakukan selama bulan Rajab. Membaca sholawat pun dapat kita lakukan kapan pun dan di mana saja.

 

Membaca sholawat di bulan Rajab mendapat ganjaran atau balasan yang sangat besar, sebagaimana dalam kitab Durratun Nasihin:

 

   روي عن النبي صلي الله عليه وسلم أنه قال؛ رأيت ليلة المعراج نهرا ماؤه أحلي من العسل و أبرد من الثلج و أطيب من المسك فقلت لجبريل لمن هذا ؟ قال لمن صلي عليك في رجب


Artinya: Diriwayatkan dari Nabi Saw. Rasulullah berkata: Aku melihat pada malam Mi’raj sebuah sungai-sungai yang mana airnya lebih manis daripada madu, lebih dingin daripada salju, dan lebih wangi daripada minyak kasturi. Kemudian saya bertanya kepada Jibril, untuk siapa sungai ini? Untuk orang yang bersholawat kepadamu wahai di bulan Rajab wahai rasul, ucap Jibril



Berpuasa di Bulan Rajab

Puasa sunah ini merupakan amalan sunah yang dapat kita lakukan baik satu dua atau tiga hari kita melaksanakannya. Puasa di bulan ini mempunyai keistimewaan dan pahala atau ganjaran yang tidak kalah dengan amal ibadah lainnya.

 

Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda;

 

قال عليه الصلاة والسلام؛ إن في الجنة نهرا يقال له رجب أشد بياض من اللبن وأحلي من العسل من صام يوما من رجب سقاه الله من ذالك النهر

 

Artinya:

Rasullah Saw. bersabda; sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah sungai yang dinamakan Rajab, sungai tersebut lebih putih daripada susu, lebih manis daripada madu, dan barang siapa yang berpuasa di bulan Rajab, maka Allah akan memberikan sungai tersebut kepadanya.

 

Dan seseorang yang melaksanakan ibadah puasa sunah bulan Rajab, maka ia tidak akan merasakan haus dan lapar pada hari kiamat. Dalam kitab Durratun Nasihin dijelaskan sebagaimana berikut:

 

وعن عائشة رضي الله تعال عنها أنها قالت قال النبي عليه الصلاة والسلام؛ كل الناس جياع يوم القيامة إلا الأنبياء وأهليهم وصائم رجب وشعبان ورمضان فإنهم شباع لهم ولا جوع لهم ولا عطش

 

Artinya:

Diriwayatkan dari Aisyah Ra. Aisyah berkata rasulullah bersabda: setiap manusia pada hari kiamat akan merasakan lapar kecuali para Nabi, keluarga Nabi, orang yang melaksanakan puasa Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan. Meraka akan merasa kenyang, tidak akan merasakan lapar apalagi haus.

 

Betapa sangat istimewanya balasan Allah terhadap hambanya yang melakukan amalan-amalan di bulan rajab ini, semoga kita dapat menjadi hamba yang istiqomah dalam menjalankan amalan-amalan sunah di bulan rajab. Aamiinn

 


----------------

Kajian Kitab Durratun Nasihin
Pada Naharul Ijtima’ PRNU Desa Gemaharjo
Pemateri : K.H. Maghfur
Wakil Syuriah NU Desa Gemaharjo
Share:

1/24/2025

Biografi K.H. Sahal Mahfudz | Rais Aam PBNU Ke-7


KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh adalah Rais ‘Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ke-7, setelah KH M. llyas Ruhyat. Kiai Sahal sangat kuat dan konsisten mempertahankan khittah Nahdlatul Ulama di tengah berbagai tarikan politik. Lahir di Kajen, Pati, Jawa Tengah pada 17 Desember 1937, putra ketiga dari KH Mahfudh bin Abdul Salam. Garis keturunan Kiai Sahal tersambung dengan Syekh Ahmad Mutamakkin, Sahal lahir dari pasangan Kiai Mahfudz bin Abd. Salam (w. 1944 M) dan Hj. Badi'ah (w. 1945 M) yang sedari lahir hidup di pesantren, dibesarkan dalam lingkungan pesantren, beiajar hingga ladang pengabdiannya pun di pesantren. Kiai Sahal menikah dengan Dra. Hj. Nafisah binti K.H. Abdul Fatah Hasyim, Pengasuh Pesantren Fathimiyah Tambak Beras, Jombang.

Memulai pendidikannya di Madrasah Ibtidaiyah (1943-1949), Madrasah Tsanawiyah (1950-1953) dan Perguruan Islam Mathaliul Falah, Kajen, Pati. Setelah beberapa tahun belajar di Iingkungannya sendiri, Sahal muda nyantri ke Pesantren Bendo, Pare, Kediri dan selanjutnya pada 1957-1960 belajar di Pesantren Sarang, Rembang, di bawah bimbingan Kiai Zubair. Pada pertengahan tahun 1960-an, Kiai Sahal belajar ke Mekah di bawah bimbingan langsung Syaikh Yasin al-Fadani. Kiprah Kiai Sahal dalam NU dimulai dari bawah sebagai Kordinator Ma'arif NU Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, pada akhir 1960-an. Lalu sebagai Katib Syuriyah PCNU Pati pada periode 1967-1975, sekaligus sebagai Ketua LP Ma'arif PCNU Kabupaten Pati, Ialu Wakil Rois Syuriyah PCNU Kabupaten Pati (1975-1980), dan menjadi Katib Syuriyah PWNU Jawa Tengah (1980-1982) dan sebagai Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah (1982-1985). 

Kiai Sahal menggantikan posisi K.H. Ahmad Abdul Hamid Kendal. Masa awal 1980-an adalah masa-masa krusial bagi NU, setelah sekian lama bergulat dalam dinamika perpolitikan di bawah rezim Orde Baru, arus besar warga NU menginginkan NU kembali ke Khittah 1926. Pada saat itu, di tubuh NU sendiri mengalami dinamika luar biasa, apalagi setelah wafatnya Rais ‘Am PBNU K.H. Bisri Syansuri. 

Di kalangan kaum muda, gerbong kembali ke khittah menjadi kenyataan. Di antara tokohnya adalah K.H. Abdurrahman Wahid, dr. Fahmi Saifuddin, K.H. A. Musthofa Bisri, dan Kiai Sahal Mahfudh. Pada Muktamar 1984 di Situbondo, NU menyatakan kembali ke Khittah 1926, NU kembali menjadi organisasi sosial keagamaan, bukan partai politik dan tidak berafiliasi pada partai politik tertentu. Masalah politik diserahkan kepada warga NU sendiri untuk menentukan pilihan politiknya. 

Di bawah kepemimpinan Rais ‘Am K.H. Achmad Siddiq, dan Ketua Umum K.H. Abdurrahman Wahid, gerbong NU dibawa ke arah organisasi masyarakat sipil yang kekuatannya jauh melebihi kekuatan partai politik. Program NU lebih terarah untuk memberdayakan warga NU dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi dan tentu saja penguatan basis keagamaan Ahlussunnah wal Jama’ah yang dirumuskan dalam Mabadi’ Khaira Ummah. Pada masa awal NU menapak Khittah 1926, Kiai Sahal ditunjuk menjadi salah satu Rais Syuriyah PBNU, sementara jabatannya Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah diserahkan kepada K.H. Maemun Zubair. Kiai Sahal juga banyak berkiprah di lingkaran aktivis LSM di Jakarta. 

Di samping sebagai Rois Syuriyah PBNU, Kiai Sahal juga terlibat dalam program pemberdayaan pesantren dan masyarakat melalui LP3ES dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Jakarta. Program yang diusung tak hanya berkaitan dengan isu penguatan ekonomi atau Iingkungan hidup, tetapi juga isu demokratisasi dan hak asasi manusia. Dengan program itu, pesantren sudah mulai ”melek" politik yang lebih luas di zaman ketika "politik" semacam diharamkan oleh Orde Baru. Memang tak dipungkiri, Gus Dur-lah yang mengawal dan menjadi penyuara NU sebagai kekuatan masyarakat sipil. Gus Dur melakukan manuver-manuver politik yang canggih di hadapan kekuasaan otoriter Orde Baru. Tak jarang manuver itu bisa sangat "membahayakan" warga NU, dan dampaknya justru membuat NU menjadi "musuh" rezim Orde Baru.

Kiai Sahal yang hidup di daerah sangat merasakan itu. Pada suatu hari, di pondok Kiai Sahal diadakan halaqah mengenai "fiqih tanah". Yang hadir tak hanya para kiai, dan kalangan intelektual kampus, tetapi beberapa orang berbadan kekar berambut cepak ikut menjadi "peserta". Tak pelak, acara menjadi tidak nyaman. Maka oleh Kiai Sahal acara dinyatakan selesai, dan orang-orang berambut cepak pun pulang. Setelah itu, acara halaqah dimuiai lagi. lni salah satu cara Kiai Sahal untuk menyiasati dinamika dalam NU supaya tak berbenturan keras dengan negara. ltu pula salah satu alasan Kiai Sahal bersedia menjadi Ketua MUI Jawa Tengah, kemudian MUI Pusat. Betapa pun, MUI merupakan organisasi yang tidak dicurigai oleh penguasa. Dalam MUI ini Kiai Sahal menjadi "penengah" antara umat Islam dan negara Orde Baru. Ketegangan antara NU dan Orde Baru sangat terasa dalam Muktamar NU di Cipasung 1994.

Meskipun Presiden Suharto saat itu datang membuka Muktamar, tetapi Ketua Umum PBNU K.H. Abdurrahman Wahid duduk di barisan belakang, jauh dari tempat duduk VIP. Gus Dur menengarai adanya operasi "Naga Hijau" yang akan menggusur kedudukannya sebagai ketua umum NU. Memang bau ”naga hijau" terasa menyengat. Beberapa peserta muktamar dikawal langsung oleh aparat dari daerahnya masing-masing dengan tujuan supaya dalam pemilihan ketua nanti tidak lagi memilih Gus Dur. Nama Abu Hasan muncul sebagai rival kuat. Tetapi akhirnya Gus Dur tetap memimpin NU meski kemudian dibuat kisruh dengan adanya "NU tandingan" buatan Abu Hasan. Pada saat itu, Kiai Sahal menempati posisi orang kedua di jajaran Syuriyah PBNU di samping Kiai llyas Ruhiyat. Pada periode inilah Reformasi sedang bergulir. Presiden Suharto menyatakan berhenti sebagai Presiden. Politik nasional mendidih. Masyarakat sipil bersiap menyongsong era keterbukaan politik. Partai politik tumbuh menjamur, tak terkecuali di kalangan Nahdliyin. 

Maka atas desakan warga NU, PBNU memfasilitasi kelahiran partai politik baru, bernama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB dideklarasikan oleh K.H. Munasir Ali, K.H. llyas Ruchiyat, K.H. Abdurrahman Wahid,    K.H. Musthofa Bisri dan K.H. A. Muchit Muzadi. Namun, tak ada nama Kiai Sahal dalam deretan deklarator PKB itu. Bagi Kiai Sahal, era reformasi ini bakal menjadi “pertaruhan" NU: NU akan tetap konsisten dengan Khittah 1926 atau kembali lagi terlibat hingar bingar politik. Kekhawatiran itu tak seluruhnya meleset. Apalagi setelah K.H. Abdurrahman Wahid yang saat itu masih menjabat Ketua Umum PBNU diangkat menjadi Presiden RI.

Eforia kalangan NU sangat terasa. Politik kembali diagungkan sebagai alat ampuh untuk memperoleh apa saja dan menyelesaikan masalah apa saja. Menanggapi itu semua sikap Kiai Sahal tampak ”dingin" saja. la tak terpengaruh ingar-bingar eforia politik kalangan Nahdliyin. Pada Muktamar NU di Lirboyo, Ketua Umum PBNU Gus Dur hadir memberi sambutan sebagai Presiden RI. Kiai Sahal-lah yang membacakan Laporan Pertanggungjawaban PBNU di hadapan Muktamirin. Pada sesi pemilihan, Kiai Sahal dipilih menjadi Rais ‘Am PBNU, dan K.H. Hasyim Muzadi menjadi Ketua Umum PBNU. Sebagai Rais ‘Am, pekerjaan rumah tentu sangat besar. Di satu sisi Kiai Sahal harus membenahi lagi garis utama kembali ke Khittah 1926 di tengah arus eforia politik yang sangat deras itu.

Apalagi tak lama setelah Muktamar Lirboyo, muncul gejolak di kalangan NU akibat pelengseran Gus Dur dari jabatan Presiden. Di bawah kepemimpinan Kiai Sahal, PBNU tak mencoba melibatkan diri dalam hiruk-pikuk politik itu. Di sebagian kalangan, PBNU bahkan dianggap tidak melakukan upaya apa pun dalam rangka "menyelamatkan" Gus Dur. Memang ini posisi dilematik. Namun, Kiai Sahal pada posisi membela Khittah NU dan keutuhan warga NU dari pada melibatkan NU dalam situasi yang tak menentu. Sikap ini nyata ditunjukkan ketika K.H. Hasyim Muzadi di tengah jabatannya sebagai ketua umum mencalonkan diri dalam bursa wakil presiden. Rais ‘Am PBNU membuat garis tegas, dengan mengeluarkan qarar (ketetapan) yang diputuskan oleh para sesepuh NU di Rembang, bahwa posisi ketua umum tidak boleh dirangkap oleh orang yang mencalonkan diri dalam jabatan politik. 

Oleh karena itu, K.H. Hasyim pun dinonaktifkan, dan melarang seluruh perangkat organisasi digunakan untuk kepentingan tim sukses. Sementara jabatan K.H. Hasyim diserahkan sementara kepada Pelaksana Tugas Ketua Umum PBNU yaitu K.H. Masdar Farid Mas'udi. Qarar tersebut dibuat karena ada gelagat K.H. Hasyim tidak mau mengundurkan diri dari Ketua Umum PBNU meski yang bersangkutan mencalonkan diri sebagai kandidat wakil presiden. Ini berbeda dengan K.H. Shalahudin Wahid yang mundur dari jabatan Ketua PBNU ketika yang bersangkutan mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden. 

Upaya menyelamatkan NU dari tarikan poiitik cukup berhasil dilakukan Kiai Sahal, setidaknya Kiai Sahal telah meletakkan kembali garis yang tegas mengenai rangkap jabatan di Iingkungan NU. ”Memaksa" seseorang untuk mengundurkan diri dari jabatannya di kepemimpinan NU bukanlah hal mudah. Apalagi yang bersangkutan di posisi ketua umum sebagai mandataris muktamar. Tetapi jurisprudensi atas Kiai Hasyim Muzadi menjadi tonggak untuk terus menjalankan amanah Khittah 1926. Sejak itulah Kiai Sahal terus memimpin NU. Kiai Sahal terpilih lagi menjadi Rais ‘Am pada Muktamar NU di Donohudan Surakarta (2004) dan terpilih lagi pada Muktamar NU Makassar (2010). 

Dalam tiga kali periode kepemimpinan tertinggi NU, Kiai Sahal telah menunjukkan bagaimana NU harus berada dalam konteks kehidupan poiitik. NU harus memainkan politik tingkat tinggi (as-siyasah as-samiyah al-’aliyah), sementara politik keseharian diserahkan kepada partai-partai politik. Warga NU yang terjun ke politik keseharian, baik sebagai eksekutif dan legislatif, diberi kebebasan untuk berkiprah di bidangnya, tetapi tidak boleh dirangkap dengan tugas-tugas keseharian di dalam NU. Tugas NU adalah seperti ketika NU didirikan oleh para masyayikh muassisun: yakni dakwah Ahlussunnah wal Jama'ah, mencerdaskan warga dan memberdayakan kehidupan mereka untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (sa’adat ad-darain). NU tidak anti politik, tetapi NU jangan dijadikan tunggangan politik. 

Politik tingkat tinggi yang dimaksudkan adalah peran NU dalam memberi arah dalam perjalanan bangsa ini. Salah satu kontribusi NU untuk bangsa ini adalah UUD 1945 dan Pancasila, keduanya menjadi pemandu arah kemana bangsa ini akan menuju. NU berkewajiban mengawal arah itu, namun perannya tetap berada di aras masyarakat sipil. Untuk memainkan peran politik tingkat tinggi, NU harus menjadi organisasi yang kuat, mandiri mampu menghidupi diri sendiri dengan memobilisasi sumberdaya warga NU yang jumlahnya puluhan juta. Kiai Sahal selalu menekankan pentingnya kemandirian NU ini, antara lain dengan menggalang "dana abadi” organisasi. Gagasan Kiai Sahal itu sudah terwujud.

Tak hanya itu, dalam berbagai kesempatan Kiai Sahal juga selalu menekankan keharusan menata aset Nahdlatul Ulama agar terkonsolidasi menjadi "kekuatan" NU. Selain itu, pengurus NU haruslah memberikan dan mengabdikan dirinya untuk NU, jangan mencari penghidupan dari NU. Suatu kali pada saat memberikan pengarahan dalam rapat gabungan Syuriyah-Tanfidziyah, Kiai Sahal hanya mengatakan beberapa kalimat saja, ”kalau mengurus NU ya mengurus NU saja.” Setelah itu Kiai Sahal terdiam dan melinangkan air mata. la telah meletakkan fondasi kokoh bagi terwujudnya NU sebagai organisasi sosial keagamaan yang kuat dan mandiri. 

KH MA Sahal Mahfudh wafat pada Jumat, 24 Januari 2014 pukul 01.05 WIB dini hari di kediamannya, kompleks Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah. Mbah Sahal pulang ke rahmatullah saat masih mengemban amanah sebagai rais aam PBNU dan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Jenazahnya dimakamkan di kompleks makam Syekh Ahmad Mutamakkin, di Kajen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. 

Sumber : NU Online
Share:

Keutamaan Hari Jumat yang Perlu Diketahui


Jumat adalah hari yang istimewa dan memiliki sejumlah keutamaan. Hari Jumat disebut juga sebagai sayyidul ayyam atau penghulu hari. Allah memuliakan umat Muhammad saw dengan hari Jumat, yang tidak diberikan kepada umat-umat nabi terdahulu.

Terdapat beberapa dalil yang menunjukan keutamaan hari Jumat. Bahkan ada beberapa ulama yang secara khusus menjadikannya dalam satu bentuk karya, seperti kitab al-Lum’ah Fi Khashaish al-Jumat, karya Syekh Jalaluddin al-Suyuthi. 

Berikut ini di antara dalil yang menyebutkan keutamaan hari Jumat. 

Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubadah sebuah hadits:

 سَيِّدُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللهُ آدَمَ وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ 

“Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fithri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali shilaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat”. 

Mengapa langit, bumi, batu dan benda-benda mati lainnya mengalami kekhawatiran? Padahal benda-benda tersebut merupakan makhluk yang tidak bernyawa? 

Syekh Ihsan bin Dakhlan dalam Manahij al-Imdad menjelaskan sebagai berikut:

 أَيْ يَخْلُقُ اللهُ تَعَالَى لَهَا إِدْرَاكًا لِمَا يَقَعُ فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ فَتَخَافُ...الى ان قال....وَالسِّرُّ فِيْ ذَلِكَ أَنَّ السَّاعَةَ كَمَا تَقَدَّمَ تَقُوْمُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بَيْنَ الصُّبْحِ وَطُلُوْعِ الشَّمْسِ فَمَا مِنْ دَابَّةٍ اِلَّا وَهِيَ مُشْفِقَةٌ مِنْ قِيَامِهَا فِيْ صَبَاحِ هَذَا الْيَوْمِ فَإِذَا أَصْبَحْنَ حَمِدْنَ اللهَ تَعَالَى وَسَلَّمْنَ عَلَى بَعْضِهِنَّ وَقُلْنَ يَوْمٌ صَالِحٌ حَيْثُ لَمْ تَقُمْ فِيْهَا السَّاعَةُ 

“Maksudnya, Allah menciptakan kepada makhuk-makhluk tidak bernyawa ini pengetahuan tentang hal-hal yang terjadi pada hari Jumat tersebut. Rahasia dari kekhawatiran mereka adalah bahwa hari kiamat sebagaimana telah dijelaskan terjadi pada hari Jumat di antara waktu Subuh dan terbitnya matahari. Maka tidaklah binatang-binatang kecuali khawatir akan datangnya hari kiamat pada pagi hari Jumat ini. Saat pagi hari tiba, mereka memuji kepada Allah dan memberi ucapan selamat satu sama lain, mereka mengatakan; ini hari baik. Kiamat tidak terjadi pada pagi hari ini”. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286, cetakan Ponpes Jampes Kediri, tt).

Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abdillah bin ‘Amr bin al-‘Ash sebuah hadits:

 مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ 

“Tiada seorang Muslim yang mati di hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur”. 

Syekh Ihsan bin Dakhlan dalam kitab Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286 cetakan Pondok Pesantrena Jampes Kediri, mengutip keterangan dari Imam al-‘Azizi bahwa hadits tersebut mencapai derajat hadits Hasan. 

Ulama berbeda pendapat mengenai maksud terjaganya orang yang wafat di hari Jumat dari fitnah kubur. Menurut Imam al-Manawi orang tersebut tidak ditanya Malaikat di kuburan. Sedangkan menurut pendapat yang dipegang oleh Imam al-Zayadi, bahwa orang yang mati di hari Jumat tetap ditanya malaikat, namun ia diberi kemudahan dalam menjalaninya. 

Syekh Ihsan bin Dakhlan mengatakan:

 قَالَ الْمَنَاوِيُّ بِأَنْ لَا يُسْأَلَ فِيْ قَبْرِهِ اِنْتَهَى وَهَذَا خِلَافُ ظَاهِرِ الْحَدِيْثِ وَالَّذِيْ اِعْتَمَدَهُ الزَّيَادِيُّ أَنَّ السُّؤَالَ فِي الْقَبْرِ عَامٌّ لِكُلِّ مُكَلَّفٍ اِلَّا شَهِيْدَ الْمَعْرِكَةِ وَمَا وَرَدَ فِيْ جَمَاعَةٍ مِنْ أَنَّهُمْ لَا يُسْئَلُوْنَ مَحْمُوْلٌ عَلَى عَدَمِ الْفِتْنَةِ فِيْ الْقَبْرِ أَيْ يُسْئَلُوْنَ وَلَا يُفْتَنُوْنَ.  

“Maksud dari hadits tersebut, Imam al-Manawai mengatakan dengan sekira ia tidak ditanya malaikat di kuburnya. Pendapat al-Manawi ini menyalahi makna zhahirnya hadits. Pendapat yang dipegang Imam al-Zayadi bahwa pertanyaan malaikat di alam kubur menyeluruh untuk setiap orang mukallaf kecuali syahid yang gugur di medan pertempuran. Keterangan yang menyebutkan bahwa segolongan ulama tidak ditanya malaikat di alam kubur diarahkan pada arti ketiadaan fitnah, maksudnya mereka tetap ditanya malaikat dan tidak mendapatkan fitnah”. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.286, cetakan Ponpes Jampes Kediri, tt). 

Menjalankan shalat Jumat merupakan hajinya orang-orang yang tidak mampu. Imam al-Qadla’i dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

 اَلْجُمُعَةُ حَجُّ الْفُقَرَاءِ 

“Jumat merupakan hajinya orang-orang fakir”. 

Terkait hadits tersebut, Syekh Ihsan bin Dakhlan menjelaskan:

 يَعْنِيْ ذَهَابُ الْعَاجِزِيْنَ عَنِ الْحَجِّ اِلَى الْجُمُعَةِ هُوَ لَهُمْ كَالْحَجِّ فِيْ حُصُوْلِ الثَّوَابِ وَاِنْ تَفَاوَتَ وَفِيْهِ الْحَثُّ عَلَى فِعْلِهَا وَالتَّرْغِيْبُ فِيْهِ.  

“Maksudnya, berangkatnya orang-orang yang tidak mampu berhaji menuju shalat Jumat, seperti berangkat menuju tempat haji dalam hal mendapatkan pahala, meskipun berbeda tingkat pahalanya. Dalam hadits ini memberi dorongan untuk melakukan Jumat”. (Syekh Ihsan bin Dakhlan, Manahij al-Imdad Syarh Irsyad al-‘Ibad, juz.1, hal.282, cetakan Ponpes Jampes Kediri, tt). 

Dalam hadits lain disebutkan:

 مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا 

“Barang siapa membasuh pakaian dan kepalanya, mandi, bergegas Jumatan, menemui awal khutbah, berjalan dan tidak menaiki kendaraan, dekat dengan Imam, mendengarkan khutbah dan tidak bermain-main, maka setiap langkahnya mendapat pahala berpuasa dan shalat selama satu tahun. (HR. Al-Tirmidzi dan al-Hakim). 

Hadits ini menurut Imam al-Tirmidzi berstatus hadits Hasan dan menurut al-Hakim mencapai derajat hadits Shahih. 

Dalam hadits Imam Muslim disebutkan:

 مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ 

“Barang siapa berwudlu kemudian memperbaiki wudlunya, lantas berangkat Jumat, dekat dengan Imam dan mendengarkan khutbahnya, maka dosanya di antara hari tersebut dan Jumat berikutnya ditambah tiga hari diampuni”. (HR. Muslim). 

Muslim yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat, ia akan dinanugi cahaya di antara dua Jumat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

 مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنْ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ  

“Barang siapa membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat, maka Allah memberinya sinar cahaya di antara dua Jumat”.  

Hadits tersebut diriwayatkan dan dishahihkan oleh imam al-Hakim. 

Nabi menganjurkan agar memperbanyak membaca shalawat pada hari Jumat. Dalam sebuah hadits ditegaskan:

  أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ الْجُمُعَةِ فَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا  

“Pebanyaklah membaca shalawat kepadaku di hari dan malam Jumat. Barangsiapa membaca shalawat untuku satu kali, maka Allah membalasnya sepuluh kali”. 

Hadits tersebut diriwayatkan al-Baihaqi dengan beberapa sanad yang baik (hasan). 

Demikianlah penjelasan mengenai keutamaan hari Jumat. Masih banyak lagi dalil-dalil yang menyebutkan keutamaan hari Jumat, jauh lebih banyak dari apa yang telah disebutkan di atas. Semoga bermanfaat. Semoga kita senantiasa mendapat taufiq dari Allah untuk bisa menjalankan amaliyyah di hari Jumat dengan konsisten.


Sumber: NU Online
Share:

1/22/2025

Menguji Kejujuran Sang Menteri


Alkisah, pada zaman dahulu kala tersebutlah kisah, di sebuah negeri nun jauh di Timur Tengah sana, bertahtalah seorang raja yang sangat bijaksana. Dia memimpin negerinya dengan adil, sehingga rakyatnya hidup makmur berkecukupan, karena semua potensi kekayaan alam yang dimiliki negeri itu memang diprioritaskan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam menjalankan pemerintahan, sang raja dibantu oleh seorang perdana menteri atau lazim disebut penghulu wazir dan beberapa orang menteri atau wazir.
Raja tau persis bahwa sang penghulu wazir memang negarawan senior yang sangat bisa diandalkan, orangnya cerdas, punya pengalaman berpuluh tahun di pemerintahan serta punya akhlak yang sangat mulia, itulah sebabnya raja tidak pernah menyangsikan kebijakan apapun yang diambil oleh sang penghulu wazir, sehingga pemerintahan di negeri itu berjalan dengan tertib dan negara selalu dalam keadaan aman dan adamai.
Tapi tidak demikian di jajaran menteri atau wazir, meski pemilihannya sudah selektif dan obyektif, masih saja raja “kecolongan”, ada satu dua wazir yang kinerjanya belum sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Memang sih, hanya satu dua orang saja, namun jika dibiarkan akan mengganggu stabilitas pemerintahan di negeri tersebut. Tapi untuk menegur langsung sang menteri, raja agak segan, karena biarpun dia seorang penguasa tunggal, namun dia juga harus menjaga etika dalam menjalankan kekuasaannya itu.
Setelah merenung beberapa hari, akhirnya sang raja punya ide yang rada-rada “nyeleneh”, namun dia yakin cara ini akan efektif memberikan pembelajaran kepada menteri yang kinerjanya kurang optimal dan etikanya kurang baik. Raja sengaja merahasiakan idenya itu dari sang penghulu wazir, karena dia agak khawatir sang penghulu tidak menyetujui idenya itu.
Sampailah hari yang direncanakan sang raja untuk menjalankan idenya, dia memerintahkan penghulu wazir untuk memenggil tiga orang menteri yang sudah ditentukan,
“Wahai penghulu, aku perintahkan kamu untuk memanggil tiga orang menteri yang nanti akan aku sebutkan secara tertulis, persilahkan mereka menghadap saya sambil masing-masing membawa sebuah karung besar” begitu titah sang raja, meski merasa janggal dengan perintah sang raja, namun sang penghulu wazir siap untuk melaksanakan perintah atasannya itu,
“Baik paduka, akan segera saya hadapkan tiga menteri yang paduka maksudkan” jawab sang penghulu yang kemudian segera pamit untuk melaksanakan titah sang raja.
Tidak berapa lama, muncullah sang penghulu wazir bersama tiga orang menteri di hadapan sang raja, mereka langsung dipersilahkan memasuki ruang kerja sang raja. Ketiga menteri yang dipanggil agak merasa aneh juga dengan perintah rajanya kali ini, masa menteri kok disuruh bawa-bawa  karung segala, tapi mereka tidak berani membantah perintah sang raja, mereka bertiga siap menghadap raja dengan masing-masing membawa sebuah karung kosong, Setelah mereka duduk di kursi masing-masing, sang raja mulai membuka pertemuan itu,
“Wahai penghulu wazir dan tiga menteriku, hari ini aku  sengaja memanggil kalian bertiga, karena ada sesuatu yang ingin aku perintahkan kepada kalian, tapi ini tidak menyangkut tugas negara, apa kalian siap?” tanya sang raja.
“Siap paduka!” jawab mereka bertiga serentak, meski dalam hati mereka masih bertanya-tanya tentang apa yang akan diperintahkan oleh raja mereka.
“Begini para menteriku, hari ini aku perintahkan kalian bertiga pergi ke kebun buah yang ada di belakang istana ini, isilah karung kosong yang kalian bawa ini dengan apa yang ada di kebun itu sesuka kalian, setelah itu kembalilah menghadap kepadaku dengan karung yang sudah terisi dan terikat rapi” perintah sang raja yang kedengarannya rada “aneh” itu,
“Baik paduka, kami siap melaksanakan perintah paduka” tanpa “reserve”, ketiga menteri itu langsung menerima perintah sang raja, sementara sang penghulu wazir yang terlihat bingung sendiri dengan apa yang dilihat dan didengarnya, tapi dia enggan untuk bertanya kepada raja.
Singkat cerita, ketiga menteri itu langsung berangkat ke kebun buah yang terletak persis di belakang istana, banyak tanaman buah disana yang terawat dengan baik sehingga pohonnya subur dan buahnya lebat. Berbagai macam buah-buahan ada di sana mulai dari anggur, apel, pear, rambutan, kelengkeng, jeruk dan masih banyak lagi jenis buah lainnya.
Menteri pertama, dia seorang menteri yang dikenal cerdas, jujur, kreatif dan punya integritas moral tinggi, selalu tepat menjaga amanah, dengan mantap dia memasuki kebun buah itu, dia mulai memilih dan memtik  buah-buah terbaik yang ada di kebun itu dan memenuhi karung yang dia bawa, kemudian mengikatnya dengan rapi,
“Meski raja nggak melihat, tapi ini adalah amanat, aku harus menjalankannya dengan sebaik-baiknya” begitu yang terbetik dalam fikirannya.
Menteri kedua, sebenarnya juga seorang yang pintar, tapi dia agak malas berkreasi, dia hanya menjalankan jabatannya sebagai menteri asal sudah dapat menjalankan perintah sang raja saja. Dia melangkah santai memasuki kebun itu, tapi dia mengambil buah-buahan disitu sekenanya saja, dia tidak memilih buah-buah terbaik, bahkan buah setengah busuk yang jatuh dibawah pohonpun dia masukkan ke karungnya,
“Yang penting aku sudah menjalankan perinah raja, toh raja tidak tau, apa isi karung ini” begitu gumannya.
Menteri ketiga, adalah yang “terparah” dari tiga menteri tersebut, meski dia sebenarnya pintar, tapi dia punya sifat culas, tidak jujur dan malas. Tapi karena sudah menjadi perintah raja, dengan terpaksa dia memasuki kebun buah itu. Namun berbeda dengan dua temannya yang memasukkan buah-buahan ke karungnya, menteri ketiga ini justru memasukkan rumput dan daun-daun kering ke dalam karungnya,
“Ngapain capek-capek mengangkat buah, kan berat, kalo ku isi daun-daun kering ini kan jadinya ringan dan nggak capek, masa menteri disuruh ngangkat karung berat-berat, ada-ada saja,” begitu gumannya dalam hati dengan rasa angkuh.
Ketiga menteri itu sudah mengisi dan mengikat karung mereka masing-masing, merekapun segera menghadap raja yang masih didampingi oleh penghulu wazir.
“Paduka raja yang mulia, kami telah menjalankan perintah paduka, kami siap menunggu perintah paduka selanjutnya,” kata menteri pertama, sementara dua menteri lainnya hanya mengikuti.
“Baiklah, terima kasih menteriku, kalian tidak usah khawatir, aku tidak akan membuka isi karung kalian, dan memang aku tidak perlu tau isi karung kalian”, jawab sang raja, menteri kedua dan menteri ketiga merasa lega.
“Penghulu wazir!,” kata sang raja sambil menoleh ke arah  sang penghulu.
“Siap paduka!” jawab sang penghulu wazir spontan.
“Aku sudah siapkan tiga kamar untuk ketiga menteri ini dengan semua fasilitas kecuali makanan.” ucap sang raja.  “Tolong penghulu wazir bawa ketiga menteri ini menuju kamar mereka masing-masing, mereka akan berada disana selama tiga hari tiga malam, mereka boleh melakukan apa saja di kamar mereka masing-masing selama tiga hari ini, hanya saja tidak ada makanan apapun di kamar itu, jadi isi karung yang mereka bawa inilah yang akan jadi cadangan makanan mereka selama tiga hari ini,” sambung sang raja. menteri kedua dan ketiga terlihat mulai gelisah, sementara menteri pertama terlihat sangat tenang.
“Baik paduka raja, titah paduka akan segera hamba laksanakan,” jawab sang penghulu wazir.
“Jangan lupa penghulu, setelah mereka masuk ke kamar masing-masing, kamu kunci pintunya dari luar dan kamu pegang kuncinya, kamu baru boleh membukanya setelah tiga hari,” sang raja mengingatkan penghulu wazir.
“Baik paduka,” jawab penghulu wazir, dia segera menjalankan perintah raja “menggiring” tiga menteri ke kamar mereka masing-masing. setelah mereka bertiga masuk ke kamar mereka, sang penghulu segera mengunci pintu kamar dan menyimpan kuncinya sesuai perintah raja.   Sebenarnya menteri kedua dan ketiga ingin protes, tapi karena ini perintah raja, yang meski dengan berat hati, mereka harus menurut.
Hari pertama ketiga menteri itu dalam “kurungan”, masih berjalan normal-normal saja, para menteri itu dapat menikmati fasilitas yang ada di kamar itu. Meski demikian dari ketiga menteri itu melakukan aktifitas yang berbeda-beda di kamar mereka masing-masing.
Menteri pertama lebih suka mengisinya dengan membaca buku-buku yang memang sudah di sediakan di kamar itu, menteri kedua lebih suka tidur-tiduran di tempat tidur mewah, sementara menteri ketiga asyik menari sambil bernyanyi-nyanyi menikmati kemewahan kamar yang tanpa disadarinya sejatinya sedang jadi “kamar tahanan” baginya.
Setelah dua belas jam berada di kamar tanpa bisa keluar, mereka pun mulai merasa lapar. Menteri petama terlihat santai saja, karena dia bisa menyantap buah-buah segar pilihan yang ada di karungnya, sementara menteri kedua terpaksa harus menyantap buah-buah setengah busuk, karena tidak ada makan lain selain apa yang dia bawa dalam karungnya.  Yang paling parah adalah menteri ketiga, dia sama sekali tidak menyangka bahwa akan dikurung di kamar tanpa makanan, sementara dia sendiri tidak membawa makanan apapun, dia mulai menyesali tindakan cerobohnya, mengisi karung dengan rumput dan daun-daun kering, tapi apa boleh buat, karena lapar sudah tidak tertahankan lagi, terpaksa dia mengunyah rumput-rumput itu sambil meminum air.
Meski mendapat kamar dengan fasilitas yang sama, namun nasib ketiga menteri ini sangat jauh berbeda. Menteri pertama masih tetap santai membaca sambil menikmati buah-buahan segar yang dia pilih sendiri di kebun istana. Dia merasa bersyukur sudah menjalankan perintah raja dengan baik, ternyata kebaikan itu kembali kepadanya juga.
Menteri kedua, meski membawa buah-buahan juga tapi buah yang dia bawa adalah buah-buah setengah busuk, karena dia mengambil buah itu sesukanya saja, kini dia mulai menyesali apa yang telah dia lakukan, buah-buah busuk yang dia bawa tidak mengenyangkan tapi malah membuat sakit perut. Yang paling menderita tentu saja menteri ketiga, sudah dua hari ini perutnya hanya berisi rumput dan air, dia sangat menyesal den gan kelakukannya sendiri, badannya mulai terlihat lemas dan kini dia hanya mampu tergolek lunglai di tempat tidur.
Sampailah pada hari ketiga, penghulu wazir membuka pintu ketiga kamar itu dan mengajak ketiga menteri itu menghadap raja. Di hadapan raja, menteri pertama terlihat segar bugar seperti tidak mengalami kejadian apapun, menteri kedua terlihat pucat karena menahan sakit perutnya, sementara menteri ketiga terpaksa harus duduk menyandar karena tubuhnya sudah sangat lemah.
Sebelum melanjutkan pertemuannya, sang raja yang merasa kasihan melihat ketiga menterinya itu, menyuruh mereka untuk menikmati hidangan makanan terlebih dahulu. Menteri kedua dan ketiga terlihat paling bersemangat. Mereka melahap hampir semua hidangan yang tersedia, sementara menteri pertama hanya makan sekedarnya saja. Usai mereka menikmati hidangan yang disediakan sang raja, merekapun sudah terlihat segar kembali dan siap melanjutkan pertemuan dengan sang raja,
“Wahai menteriku, sebelumnya aka,u minta maaf, karena sudah memberikan pembelajaran kepada kalian dengan cara yang tidak lazim” sang raja membuka pertemuan itu. “Bahkan penghulu wazirpun tidak tau dengan rencanaku ini”.
Penghulu wazir hanya manggut-manggut, sementara ketiga menteri itu terdiap tanpa mengeluarkan sepatah katapun, sampai raja melanjutkan perkataannya,
“Apa yang telah kalian alami selama tiga hari ini adalah pembelajaran yang sangat berharga bagi kalian, karena kalian adalah pejabat yang mestinya tidak hanya berfikir untuk diri sendiri, tapi harus lebih meikirkan nasib rakyat kita,” raja berhenti sejenak.  “Karung yang kalian bawa kemudian kalian isi di kebun itu adalah gambaran dari apa yang kalian kerjakan selama ini,” sambung sang raja. Menteri kedua dan ketiga nampak tersipu malu, sementara meneri pertama masih menyimak dengan khidmat.
“Aku tidak tahu isi karung yang kalian bawa, karena sesungguhnya perbuatan yang kita lakukan itu hanya Tuhan dan kita sendiri yang mengetahuinya secara persis, sementara orang lain, termasuk aku, bisa saja kalian kelabui,” sambung sang raja. Menteri kedua dan ketiga semakin merasa malu dengan apa yang telah dia lakukan, meski raja sendiri tidak tau.
“Begitu juga amanat yang berada di pundak kalian, hanya Tuhan dan kalian sendiri yang tau apakan kalian menjalankan amanah itu dengan baik atau justru sebaliknya, dan semua akan kembali kepada kalian, karena Tuhan akan memberi ganjaran ataupaun hukuman itu sesuai dengan apa yang kita perbuat sendiri,” kata yang raja dengan suara berwibawa. Tiba-tiba menteri kedua dan ketiga menubruk sang raja dan bersimpuh di hadapannya,
“Ampun baginda, selama ini kami belum menjalankan amanah dengan baik, kami bertobat tidak akan mengulanginya lagi,” kata mereka berdua nyaris bersamaan, sang raja hanya tersenyum,
“Dan untuk menteri pertama, aku tau persis, selama ini kamu sudah menjalankan amanah dengan baik, tapi aku tetap mengingatkan supaya kamu jangan bersikap angkuh dan sombong karena kamu telah melakukan yang terbaik,” ungkap sang raja sambil menatap tajam menteri pertama,
“Ampun baginda, mudah-mudahan hamba akan terus menjaga amah ini dengan sebaik-baknya, karena dari pembelajaran yang telah padukan berikan kepada hamba selama tiga hari ini, semakin menyadarkan hamba bahwa apa yang kita lakukan apakah itu baik atau buruk, hakekatnya kan kembali kepada diri kita sendiri, meskipun orang lain tidak mengetahui apa yang telah kita lakukan,” jawab menteri pertama dengan santun, sementara menteri kedua dan ketiga hanya bisa menunduk malu.
“Wahai penghulu wazir, tentu kamu sudah bisa melihat sendiri, dari penampilan ketiga menteri ini setelah dikurung selama tiga hari, sebagai orang yang sangat cerdas dan bijak, aku yakin kamu tau persis siapa menteri yang benar-benar melaksanakan perintahku dan siapa yang melalaikannya,” ucap sang raja ditujukan kepada sang penghulu wazir,
“Benar paduka, sekarang hamba paham dengan pembelajaran yang telah paduka lakukan kepada ketiga menteri ini,” jawab penghulu wazir, dia semakin kagum dengan sikap bijak sang raja.
Dan sejak kejadian itu, semua menteri bekerja dengan baik, tidak ada satupun menteri yang bermalas-malasan, culas dan angkuh, termasuk menteri kedua dan menteri ketiga, pembelajaran “unik” dari raja mereka, ternyata telah membuat mereka sadar akan kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan selama ini.
Sumber : Info Publik
Share:

"Jika pertemanan seseorang tidak memberimu manfaat maka jangan mengambil untung dengan memusuhinya". (Imam Syafi'i)

Terjemahkan

Tari Roddat Islami

Blog Archive

Kutipan Kitab Kuning

Amalan Khusus