Murdiyanto, lahir di Trenggalek pada tanggal 12 Mei 1980. Ia
adalah anak pertama dari empat bersaudara (adik yang paling bungsu sudah
meninggal dunia), dari pasangan Subani dan Murtiyem. Myanto adalah nama
panggilannya, ia terlahir di keluarga yang sangat sederhana, ayahnya (sudah
meninggal) adalah seorang petani/pekebun, sedangkan ibunya bekerja sebagai Ibu
Rumah Tangga (IRT). Sejak kecil, dia selalu dinasehati (digembleng) oleh
ayahnya untuk selalu rajin beribadah, jujur dan baik terhadap sesama.
.
Ketika berumur 6 tahun, ia memulai pendidikan di MI Gemaharjo II,
Watulimo, kemudian setelah lulus melanjutkan pendidikannya di SMP Islam
Watulimo di tahun 1992. Setelah lulus dari SMP di tahun 1995 ia tidak
melanjutkan sekolah karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak mampu untuk
membiayai sekolahnya. Akhirnya pada usia yang masih sangat muda (15 tahun) ia
memutuskan untuk merantau ke Lampung Utara dan Palembang, ikut pamannya
(saudara kandung dari ibu) bekerja disawah, dikebun karet dan kebun kelapa
sawit milik pamannya tersebut. Ia tinggal diperantauan sekitar 6 bulan,
kemudian pulang membawa hasil yang waktu itu bisa dikatakan lumayan (cukup)
untuk anak seusia 15 tahunan.
.
Tak selang beberapa minggu dirumah, karena tertarik dengan
teman-temannya yang berhasil merantau ke Malaysia, akhirnya ia ikut merantau
dengan bekal (biaya) dari hasil perantauannya di Lampung tersebut. Namun, nasib
sial justru menimpanya, jangankan berhasil diperantauan (Malaysia), alih-alih
baru masuk Negara Jiran tersebut ia terkena razia oleh Police Malaysia karena
Visa yang digunakan adalah Visa Turist dan bukan visa kerja. Akhirnya ia
dipulangkan ke Negara asal dan waktu itu ketika dipulangkan ia terkena demam
(lagi sakit).
.
Masa Belajar Ke Pondok Pesantren
Dengan kondisi yang dialami ketika sepulang dari Malaysia setelah
sehat (sembuh dari demam), ia melanjutkan aktifitasnya dengan jalan bekerja
sebagai buruh serabutan. Walhasil, pada tahun 1996, tepatnya tanggal 25
September 1996 ia melanjutkan pendidikannya dengan masuk Pondok Pesantren
Darussalam Jajar, Sumbergayam, Durenan sambil buruh ditempat pembuatan Genteng
(Desa Pakis, Kamulan dan Gador) dan juga buruh disawah-sawah milik warga
sekitar Ponpes Jajar tersebut.
.
Selain Mondok di Jajar Sumbergayam, ia juga melakukan (Sorogan) ke
Ndalem Kyai Haji Zaini Alhafidz (Allahu yarham) di Melis Gandusari dan Juga
Sorogan Al-Qur’an ke Kyai Nasukhi Kalangbret Tulungagung serta Ustadz Amin asal
Kudus Jawa Tengah.
.
Pada tahun 1997 (diusia 17 tahun), entah karena apa pada waktu itu dan siapa yang
mengajak (agak lupa) ia mengikuti kaderisasi dari salah satu Banom NU, yaitu
IPNU yang bernama MAKESTA (Masa Kesetiaan Anggota) di SMP Islam Durenan yang diselenggarakan
oleh PC IPNU-IPPNU Kabupaten Trenggalek yang pada waktu itu Ketua IPNUnya
adalah Rekan Amin Tohari dari Gandusari. Itulah cikal bakal seorang Myanto yang
dulu kata teman-temannya ketika disekolah sebagai anak Pendiam, akhirnya jiwa
dan mentalitasnya ditempa melalui IPNU (Ikatan Putra Nahdlatul Ulama) sebelum berganti
menjadi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama saat ini.
.
Tak henti disitu, ketika di Pondok Pesantren ia juga aktif ikut
Majelis Taklim/Jam’iyyah Maulidud Diba’ yang waktu itu ngetrend-ngetrendnya
HIMMATA (Himpunan Maulidid Diba’iyah Tahta Ahlussunnah Waljamaah) yang berpusat
di Botoran Tulungagung dibawah Pimpinan (Ketua) bapak Muh. Nizar Arif, bapak
Zainudin dengan tokoh sentral (sebagai mursyid) Kyai Mujtahid. Ia pada waktu
itu juga ikut menjadi Pembina sholawatan bersama ibu-ibu di Payaman Durenan.
Selain itu juga menjadi Pembina jam’iyyah Sholawat di tempat kelahirannya,
yaitu Desa Gemaharjo dan umumnya Jam’iyyah HIMMATA se Kecamatan Watulimo.
Akhirnya karena semangatnya, oleh teman-temannya diwilayah Watulimo ia ditunjuk
(diangkat) sebagai Sekretaris HIMMATA Koortan Watulimo Kabupaten Trenggalek
(1997-2003).
.
Berbagai event dan moment ketika aktif di Jam’iyyah HIMMATA ia
ikuti sampai lomba tingkat karesidenan Kediri dengan membawa penghargaan
sebagai Jawara pada waktu itu. Hal itu dilakukan disela-sela ia belajar di
Pondok Pesantren Darussalam, sambil mengasah diri untuk menjadi pribadi dengan
jiwa sosial yang bisa bermanfaat untuk masyarakat umum.
.
Pada tahun 1998/1999 (usia 18 tahun), ia terpanggil untuk mengikuti Kaderisasi
Banom NU, yaitu mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Dasar (Diklatsar) Banser
Satkorcab Trenggalek yang dilaksanakan di halaman Masjid Rohmatul Bahri
Tasikmadu, dengan rekomendasi dari Pengurus dan Pengasuh Pondok Pesantren Jajar
Sumbergayam. Dengan niat “bismillah” ia berangkat menuju kawah candra dimuka
(tempat penggemblengan diri) di kawasan pantai Prigi tersebut sampai ia
dinyatakan lulus dan lolos sebagai anggota Banser Satkorcab Trenggalek.
.
Sekitar tahun 1999 itulah merupakan titik balik seorang Murdiyanto
yang dulu kata teman-temanya seorang pemalu, pendiam diri bahkan seorang yang “minder”
dalam bergaul dengan teman-temannya akhirnya dengan seizin Allah SWT dengan
melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman-pengalaman hidup yang waktu itu
belum seberapa (masih seusia cabe rawit / pemula) menjadikan ia seorang aktivis
organisasi dan pendidikan sampai saat ini. Pada tahun 1999 merupakan awal ikut
berkecimpungnya seorang Myanto gabung didunia politik (PKB) yang waktu itu
dibawah arahan seorang Guru yang sekaligus sebagai ayah (angkat) dan mentor
yaitu bapak Drs. Imam Musaji (Allaahu yarham) dijadikan sebagai asisten pribadi
(aspri) beliau ketika beliau bepergian (ada acara keluar).
.
Walhasil, pada tahun 1999 bapak Drs. Imam Musaji ditakdirkan oleh
Allah SWT menjadi anggota DPRD Kabupaten Trenggalek dan tentunya sosok
Murdiyanto diangkat sebagai Aspri yang sekaligus Sespri beliau selama menjadi
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Trenggalek (selama 2 periode /
10 tahun).
.
.
0 comments:
Posting Komentar