Ahad, 29 Juni 2025 – Bendoagung, Kampak, Trenggalek
Menjelang tengah hari yang diselimuti suasana sejuk dan rintik-rintik hujan, teras kediaman Pengasuh Pondok Pesantren Nailul Ulum Putri, Desa Bendoagung, Kecamatan Kampak menjadi tempat berlangsungnya obrolan ringan namun penuh makna seputar ke-NU-an.
Obrolan santai itu mempertemukan Ketua PCNU Trenggalek, K.H. Yusuful Hamdani, M.Si dengan jajaran pimpinan Gerakan Pemuda Ansor, yakni Ketua PAC GP. Ansor Watulimo, Murdiyanto; Ketua PAC GP. Ansor Kampak, Muh. Zainul Fuad; Wakil Ketua PC GP. Ansor Trenggalek, Zainudin; dan Sekretaris PC GP. Ansor Trenggalek, Robby Taufika.
Meski dikemas dalam suasana nonformal, perbincangan yang terjadi di bawah atap teras pesantren itu mengalir serius. Topik yang dibahas mencakup penguatan nilai-nilai Aswaja an-Nahdliyah, tantangan kaderisasi di era digital, dan urgensi menjaga marwah NU di tengah arus perubahan zaman.
“Kita ini hidup di era yang serba cepat, tetapi nilai-nilai NU tetap harus dipegang erat. Jangan sampai kader Ansor sibuk di struktural tapi lemah dalam kultural,” ujar K.H. Yusuful Hamdani membuka perbincangan.
Murdiyanto menimpali dengan penekanan pentingnya kaderisasi yang bersifat ideologis dan emosional. “PKD bukan hanya pelatihan, tapi awal proses penanaman nilai. Kita perlu ruang-ruang seperti ini agar kader tidak hanya loyal pada struktur, tapi juga pada nilai-nilai NU itu sendiri.”
Sementara itu, Muh. Zainul Fuad menambahkan bahwa ruang santai seperti ini justru sering melahirkan ide-ide besar. “Obrolan yang ditemani hujan dan suasana pesantren seperti ini justru sering jadi momen reflektif yang memperkuat jiwa ke-NU-an kita.”
Zainudin menyampaikan keresahan terhadap narasi keagamaan ekstrem yang banyak beredar di media sosial. “Kader Ansor harus mampu menjadi juru bicara NU di ruang-ruang digital. Jangan sampai generasi muda justru belajar agama dari sumber yang salah,” ujarnya.
Robby Taufika menggarisbawahi pentingnya kesinambungan kaderisasi. “Pasca PKD harus ada pendampingan. Jangan sampai kader hanya aktif sesaat, lalu hilang. Kita butuh strategi kaderisasi yang hidup dan dinamis.”
Obrolan hangat itu perlahan mulai mereda ketika K.H. Yusuful Hamdani berpamitan meninggalkan lokasi untuk menghadiri kegiatan Fatayat-Muslimat NU Ranting Timahan, Kecamatan Kampak. Dengan senyum khasnya, beliau mengucapkan terima kasih atas kebersamaan para kader dan mendoakan agar perjuangan GP. Ansor senantiasa mendapat keberkahan.
“Mari terus rawat NU dengan hati dan akhlak. Kalau bukan kita, siapa lagi?” pesan penutup beliau yang disambut anggukan semangat dari para kader.
Meski hanya berlangsung singkat, obrolan menjelang siang itu membekas kuat. Rintik hujan, aroma tanah pesantren, dan hangatnya persaudaraan menjadikan pertemuan tersebut bukan sekadar perbincangan biasa—melainkan pertemuan spiritual dan ideologis yang memperkuat tekad untuk terus berkhidmat di jalan Nahdlatul Ulama.
.